Bagaimana Adat Pernikahan Jawa Mencerminkan Nilai-nilai Kebersamaan dan Keharmonisan?


Adat pernikahan Jawa memiliki nilai-nilai kebersamaan dan keharmonisan yang sangat kental. Bagaimana sebenarnya adat pernikahan Jawa mencerminkan nilai-nilai tersebut?

Dalam budaya Jawa, pernikahan bukanlah sekadar acara seremonial semata, namun juga sebuah bentuk komitmen untuk hidup bersama dalam kebersamaan dan keharmonisan. Menurut Pakar Budaya Jawa, Prof. Dr. Soemarno, “Adat pernikahan Jawa mengajarkan pentingnya saling mendukung dan bekerja sama dalam membangun rumah tangga yang bahagia dan harmonis.”

Salah satu contoh yang mencerminkan nilai kebersamaan dalam adat pernikahan Jawa adalah prosesi siraman. Dalam prosesi ini, pengantin wanita akan dimandikan air bunga oleh keluarga dan kerabatnya sebagai simbol kebersamaan dalam menyambut kehidupan baru. Prof. Dr. Soemarno juga menambahkan, “Siraman mengajarkan pentingnya gotong royong dan dukungan keluarga dalam memulai langkah baru bersama pasangan.”

Selain itu, adat pernikahan Jawa juga menekankan pentingnya keharmonisan dalam rumah tangga. Contohnya adalah prosesi midodareni, di mana keluarga pengantin pria memberikan seserahan kepada keluarga pengantin wanita sebagai tanda kesepakatan dan persetujuan untuk menjalani kehidupan bersama. Menurut Prof. Dr. Soemarno, “Midodareni mengajarkan pentingnya komunikasi dan kerjasama dalam menjaga keharmonisan rumah tangga.”

Dengan demikian, adat pernikahan Jawa tidak hanya sekadar ritual, namun juga sarat dengan nilai-nilai kebersamaan dan keharmonisan yang sangat penting dalam membangun rumah tangga yang bahagia dan langgeng. Sebagaimana kata pepatah Jawa, “Aja nggarai karo wong tuo, aja lanang karo wedok, aja kaya karo miskin, aja lumrah karo ojo, aja lara karo rika, aja ujub karo wibawa, aja mboten karo tindak, aja duwe karo mboten, aja guna karo laku” yang artinya, jangan merasa lebih tua dari orang tua, jangan merasa lebih paham dari istri, jangan merasa lebih kaya dari miskin, jangan merasa biasa dari yang luar biasa, jangan merasa sakit dari yang sakit, jangan merasa sombong dari yang berwibawa, jangan merasa tidak punya dari yang punya, jangan hanya tahu tapi tidak melaksanakan, jangan punya tapi tidak berpikir, jangan pandai tapi tidak bertindak.